Too Sad to be True

Assalamualaikum my dear...
Maapkan granny yah, hampir dua musim terlalui tanpa berbagi cerita lalu tiba-tiba muncul dan menuliskan kisah yang terlalu sedih rasanya untuk menjadi kenyataan ๐Ÿ˜ข. Granny berharap kalian bisa belajar sesuatu dari kisah ini...douzo


"Watashino jinshe, owari da...Hidupku sudah berakhir" tuturnya lirih lalu menghisap cerutu dalam-dalam. Beliau kemudian menatapku dan berkata "But in my next life I wish to still remember you and Kawanabe San" Itulah percakapan terakhir kami dipenghujung 2016, sebelum beliau akhirnya ( dipaksa) menjadi salah satu pasien di psychological prison ini. 

Granny dan Kawanabe San..gak tau dan gak bisa ngomong saat membesuk beliau pertama kali di G.....S Hospital. Melihat beliau sedang terduduk lesu diruang tv dengan rambut putihnya yang awut-awutan, tubuh ringkih yang dibalut sweater dan celana training kedodoran, tatapan mata yang menyiratkan kesedihan mendalam serta wajah muram tanpa senyuman. Sungguh teramat berbeda dengan sosok beliau yang selama ini granny temui. 

Sensei terduduk lesu dengan tatapan kosong saat kunjungan pertama kami

Beliau menyambut granny dan Kawanabe san dengan tatapan memelas. Sambil menggengam tangan granny, beliau berkata dalam Bahasa Inggris " Please...please save me from this psychological prison. If I stay longer, I would die soon. They're going to kill me here. My family betrayed me, they brought me here without my consent. Please save me!!" Beliau lalu mendekati Kawanabe san dan berbisik dalam Bahasa Jepang, yang menurut terjemahan Granny seperti ini "Tolong selamatkan saya, keluarkan saya dari tempat ini. Jika kamu tak bisa, mintalah bantuan dari polisi atau lembaga hukum. Saya yakin tidak akan bertahan hidup ditempat ini".

Granny dan Kawanabe San serempak bertanya "Doshite?? Kenapa?" Beliau lalu meminta kami mengikutinya ke ruangan sebelah yang terdiri dari beberapa ruangan kecil  yang merupakan kamar untuk tiap pasien. 

The  psychological prison in private room

"Ini kamar saya, masuk dan lihatlah". Granny dan Kawanabe San shock! Di kamar sempit pengap itu tergeletak sebuah kasur busa, selimut, tumpukan baju beliau,  jendela yang dikunci serta toilet seadanya, hanya Itu! Ya Allah...ini bukan rumah sakit biasa, ini rumah sakit untuk mental rehabilitation atau rumah sakit jiwa! Shinjirarenaii....

Kami lalu berusaha mengorek  apa penyebab hingga beliau dibawa secara paksa oleh keluarganya (putri tunggalnya) ke tempat ini. Beliau menjelaskan "Tidak terjadi apa-apa. Normal seperti biasa, saya mengurusi segala kebutuhan istri mulai dari menyiapkan makanan, obat hingga berberes rumah. Setelah itu saya menghabiskan waktu membaca dan mendengarkan musik. Yah sesekali saya berteriak ketika berkomunikasi dengan istri saya. Bukan karena marah tapi indera pendengaran saya melemah"


Beliau memohon untuk segera dikeluarkan dari tempat ini

Singkat cerita, kunjungan pertama kami diakhiri dengan menyaksikan beliau ojigi membungkukkan badan 90 derajat sambil berkata lirih "Please save me".

Diperjalanan pulang Kawanabe San bercerita banyak, menjawab rasa penasaran granny tentang kehidupan sensei.

Mengapa meski sudah tua bahkan telah terkena serangan jantung hingga dua kali, Sensei tetap mengurus keperluan istri & rumah tangganya? 

Rupanya istri sensei berasal dari keluarga terpandang, segala sesuatunya dikerjakan oleh pelayan. Selain itu, sang istri sejak muda sering sakit-sakitan. Nah ketika dulu beliau meminang sang (calon) istri, Si (calon) ibu mertua menolak. Menurutnya, sensei hanya akan direpotkan jika menikahi putrinya yang tidak bisa mengurus rumah tangga dan sering sakit. Namun sensei terlanjur jatuh cinta dan berusaha meyakinkan calon mertua dengan berjanji bahwa dialah yang akan mengurus semuanya serta akan membahagiakan istrinya hingga akhir hayat. Lalu menikahlah beliau...

Layaknya kehidupan diawal pernikahan, semua terasa indah๐Ÿ’‘... sang istri masih bersemangat dan belajar mengurus segala keperluan rumah tangga. Namun karakter sensei yang perfeksionis membuat sang istri akhirnya enggan dan menyerahkan semuanya pada sensei. 

Menurut Kawanabe san, sensei mau semuanya harus sesuai dengan keinginan beliau. Mulai dari memotong-motong sayuran, menata meja makan, membersihkan rumah hingga membesarkan anak, semua harus sesuai berdasarkan petunjuk beliau. Sejak saat itu hingga detik terakhir sebelum berpisah. Sang istri diungsikan  ke panti jompo dan beliau dibawa ke RSJ, sensei  berusaha menepati janji yang diucapkannya  secara ksatria ketika melamar putri dari keluarga terpandang itu.


Setelah kunjungan pertama, kami menyempatkan menjenguk sensei sebanyak dua kali. Kawanabe san mengajak beberapa orang yang mengenal sensei secara personal untuk ikut membesuk beliau. 

Rupanya saat inilah terakhir kalinya kami diperbolehkan menjenguk sensei

Hampir dua minggu berlalu, Kawanabe san mengajak granny menemui putrinya sensei. Oh iyaa...sensei dan istrinya tinggal terpisah dengan sang putri. Pasangan sepuh ini menetap di danchi sederhana sedang putri beliau di private mansion. Bersama Shin San, teman Kawanabe san yang juga mengenal Sensei, kami dengan perasaan campur aduk memberanikan diri menemui putrinya Sensei.

Sang putri nampak terkejut ketika Shin San memberitahukan bahwa kami telah menjenguk Sensei. Namun syukurnya, dia berkenan berbincang dengan kami. Shin san lah yang mewakili kami menceritakan apa yang dirasakan oleh Sensei. Lalu sang putri menjelaskan mengapa sampai Sensei dibawa ke RSJ. 

Rupanya sejak beberapa bulan terakhir Sensei sering berkata ke istrinya atau ke anaknya setiap beliau bertemu "Watashiwa shinuda, shinitai! Saya akan mati...saya mau mati!" 

"Mungkin beliau lelah harus mengurus segala keperluan ibu saya dan juga mengurus dirinya sendiri. Saya tidak dapat berbuat banyak, karena selain bekerja saya juga harus mengurus keluarga saya sendiri.

Adik lelaki saya satu-satunya juga sedang menjalani terapi mental. Dia mirip seperti Bapak saya yang genius, suka belajar, membaca seharian tanpa merasa perlu bersosialisasi.

Saya khawatir dengan bapak yang selalu berkata ingin mati. Saya takut kalau tiba-tiba beliau sampai bunuh diri dan sebelumnya membunuh ibu saya juga. Akhirnya saya berkonsultasi dengan dokter ditempat saya bertugas (putrinya Sensei seorang perawat) dan disarankan dibawa ke RS itu karena sepertinya bapak saya ada kelainan jiwa.

Biarlah untuk sementara bapak saya menenangkan diri disana. Saya tidak bisa serta merta mengeluarkan beliau karena RS tersebut memiliki sistemnya sendiri. Jangan khawatir, setiap saat dokter disana mengabari tentang segala perubahan yang dialami oleh bapak saya" 

Begitulah perbincangan kami selama kurang lebih 30 menit di lobby mansion putrinya Sensei. 

Pertemuan dengan putrinya Sensei...
Kawanabe san merasa tindakan kami salah dengan menemuinya karena akhirnya
kami malah tidak diperbolehkan menjenguk sensei huhuhuhu 

Seminggu berlalu, kami kembali menjenguk Sensei. Namun sungguh tak dapat dipercaya ketika petugas RS memberitahukan bahwa selain keluarga, pasien tidak ingin dijenguk. Itu atas permintaan pasien sendiri, tegas petugas RS. 

Lobby rumah sakit atau psychological prison itu, yang lebih mirip  lobby hotel


Shinjirarenai...granny mengulang kata itu berkali-kali, hingga membuat  Kawanabe san akhirnya bersuara, bahwa dia ditelpon oleh istrinya sensei kemarin. Istrinya marah dan berkata "Kenapa kalian lancang sekali menjenguk ke rumah sakit? Kami yang anggota keluarganya bahkan tidak pernah menjenguk! Putri saya marah karena telah bercerita banyak hal padamu. Saya menyesal!" 

My dear...19 February besok adalah ulang tahun Sensei yang ke 77. Tak akan ada perayaan sederhana untuk hari jadi beliau tahun ini. 

Untuk sementara tak akan ada sosok bijak yang mengetahui banyak hal, mengunjungi kami sembari menikmati makan siang bersama di apato Kawanabe San.   

Untuk sementara tak akan terdengar denting piano dari apato Kawanabe san yang dimainkan oleh Sensei . 

Untuk sementara tak akan ada lukisan baru hasil karya Sensei, yang menandai pergantian musim terpajang di dinding ruang tamu Kawanabe san. 

Untuk sementara tak akan ada trip ke luar kota mengunjungi studentnya sensei. 

Yah untuk sementara...karena kami berharap Sensei akan segera pulih dan dikeluarkan dari psychological prison itu. Kami hanya bisa berdoa untukmu, Sensei...dengan tulus dan penuh asa. We love you, Sensei though we're not family by blood.

My dear grandchild...jika kelak kalian mendengarkan orang tua kalian atau granny berkata "Saya akan segera mati" itu bukan berarti kami ada niat untuk bunuh diri yah, sayang. Tolong jangan serta merta membawa kami ke rumah sakit jiwa yah, sayang.

Karena kalau versi granny, itu adalah ekspresi rasa takut, resah, gelisah yang dialami oleh granny yang berusia lanjut dan memang sedang menantikan datangnya malaikat pencabut nyawa atas perintah Allah SWT. 

Tolong ingatkan granny/kami dengan lemah lembut untuk selalu mengingat Allah dengan sholat dan dzikir hingga akhir hayat kami. 

Granny love you all! Looking forward another story from granny, hopefully not a sad story anymore ๐Ÿ˜‰

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cultural Festival ?? Let's learn from Fukuoka...

Kunjungan ke Pabrik Mentaiko

............... My first " Undokai".....................