Kangen Eyang...Bikin Roti, yuk !

Mengisi akhir pekan dengan membuat roti bersama eyang merupakan satu dari banyak kenangan indah yang tak akan granny lupakan. Kapan yah terakhir kali kami bikin roti bersama? sudah lama rasanya, mungkin sekitar 4 atau lima tahun yang lalu. Edisi kangen eyang kali ini akan granny ekspresikan dengan membuat roti ala eyang.

Ingatanku akan resep dan cara membuat roti sudah samar, ku putuskan menelpon eyang untuk memastikannya. Suara Eyang terdengar parau, ngomongnya agak lambat tapi tetap bersemangat membagi resep roti andalan. Menurut eyang, roti buatannya tidak terlalu mengembang karena eyang tidak menggunakan baking powder. Hehehe...granny sudah punya alasan kalo saja nanti rotinya bantet ;)

Ini nih resepnya
1/2 kg terigu
1 sachet fermipan/hess
1 ons mentega/margarin
4 sendok susu bubuk
4 ons labu kuning/kentang
6 butir telur ayam (bagian putihnya hanya 2 sedang bagian kuningnya dimasukkan semua)
3-4 sendok gula atau tergantung selera
Air secukupnya
Pisang,keju atau apapun tergantung selera untuk isi roti

Untuk cara membuat, granny tidak bertanya detil,kasian eyang yang kedengarannya mulai capek. Namun eyang sempat ngasih tips, karena granny tidak memiliki kukusan, eyang menganjurkan menggunakan piring yang ditelungkupkan didalam panci berisi air sebagai pengganti kukusan. Selain itu eyang juga menyarankan  putih telur yang tidak terpakai bisa dijadikan masker untuk mengencangkan wajah :D  See..eyang has soooo many ideas.

Jum`at sore yang gerimis, sepulang dari kampus granny langsung ke Boxtown membeli semua bahan roti. Penasaran dan kangen pengen segera bikin roti, membuat granny tidak merasa capek meski harus berjalan menempuh jarak lumayan jauh dari bus stop ke apato sambil menenteng keranjang belanja yang lumayan berat.

Yuk mulai bikin rotinya...Yang pertama granny lakukan adalah mengukus si labu yang memiliki kulit kuning eksotis...jiaaaaahhh labu (honestly, granny nda suka...tapi kalo ditambahkan sebagai bahan membuat roti,  bisa menghasilkan roti yang empuk dan berwarna kuning cantik. Di Jepang, labu dijadikan tempura /gorengan lho,empuk dan manis... kalo diolah seperti ini granny sukaaa banget). Karena nda pake kukusan beneran, akhirnya labunya empuk sempurna setelah 45 menit dikukus. Setelah itu labunya di lumatkan sampe halus kemudian ditimbang untuk mastiin sesuai resep 4 ons ! 



Timbangan imut warisan Kak Rita

Ini kebingungan pertama yang granny alami selama proses membuat roti. Berhubung granny memakai timbangan yang ,diwariskan oleh kak Rita, satuannya gram. Granny lupa... 1 ons itu sama dengan berapa gram??? Akhirnya nanya ke adik granny  via line chat dan katanya `mungkin 100 gram, lupa` , googling di internet malah nemu artikel ini yang menyatakan 1 ons = 28,35 gram. Sistem pengajaran di Indonesia rupanya telah mengajarkan hal ini sedari dulu, secara turun temurun padahal tidak sesuai dengan sistem metrik internasional. Granny memutuskan untuk tetap mengacu ke 1 ons= 100 gram karena ini resep kan asalnya dari eyang yang notabene mengeyam pendidikan di jaman baheula, toh juga hanya makanan yang akan dikonsumsi pribadi. Eh tapi untuk aplikasi di dunia professional jangan deh jangan terus melakukan kesalahan yaaaa

Sambil nunggu labunya dingin, siapkan adonan dasar roti atau mungkin ini yang disebut `madre`. Kalo kalian pernah baca bukunya Dee yang berjudul `Madre` pasti familiar dengan kata ini. Dalam buku tersebut, Dee mengisahkan tentang seorang pemuda bernama Tansen yang mewarisi toko roti keluarga Tan De Bakker lengkap beserta madre (biang roti) buatan neneknya yang telah meninggal. Madre warisan nenek Tangsen sudah bertahan hingga 70 tahun bahkan melebihi usia penciptanya. Ah andai saja granny tau kalo madre bisa bertahan selama itu, maka granny akan meminta eyang untuk membuat biang roti dan membawanya ke Jepang. Why not? kan bisa dmasukin dalam botol dan ditutup rapat-rapat, aman deh ! Bahkan jaman granny masih kecil,  granny pernah minta sesuatu yang tidak masuk akal ketika eyang mo pindah ke Surabaya. Granny minta pohon mangga dihalaman, saking terkesannya sama buah mangga itu. Hahaha my lovely childhood <3

Madre ala eyang itu terdiri atas (aduh maap yaah takarannya tuh bukan berdasar instruksi eyang, tapi berdasarkan perasaan granny ) satu sendok terigu, satu sachet fermipan/hess, 3 sendok gula pasir dan 1/4 gelas air hangat. Semua bahan diaduk sampai tercampur lalu wadahnya ditutup dengan kain yang terlebih dahulu dibasahkan dengan air panas (tapi kainnya diperas dulu yaa karena kita hanya butuh suhu hangat dari kain tersebut) dan diamkan selama 15 menit. 

Lima belas menit kemudian adonan madre telah mengembang lalu semua bahan dimasukkan satu persatu. yaitu, labu, telur, susu bubuk (karena gak ada susu, granny menggantinya dengan santan bubuk) dan terigu sedikit demi sedikit. Adonan kemudian granny uleni sampai kalis, pake tangan lho yah..gak pake home bakery :D tapi adonannya kok lembek sih dan masih lengket padahal terigunya sudah hampir habis, oh rupanya menteganya belum dimasukin. Segera setelah mentega tercampur, adonannya jadi lebih bersahabat tapi masih agak lembek akhirnya granny memasukkan semua terigu (1kg , padahal menurut eyang 1/2 kg aja dh cukup) dan adonan roti pun jadi lebih padat dan mudah dibentuk, menurut granny lho. Hmmm...sepertinya madre yang granny buat, airnya kebanyakan jadi akhirnya terigu yang digunakan lebih banyak. 


Adonan lalu ditutup dengan kain basah dan diamkan selama 15 menit. Granny memanfaatkan waktu tersebut dengan menyiapkan bahan lain seperti  isian untuk roti yakni abon, pisang yang mateng di belah dua kemudian dipotong, keju juga dipotong seukuran pisangnya. Tak lupa kuning telur yang dikocok untuk memulas permukaan roti supaya tampilannya lebih menarik, menurut eyang. Dan yang terakhir siapkan loyang roti  (granny memakai loyang dari bahan porcelain, karena g punya yg aluminium/besi) diolesi mentega terlebih dahulu agar rotinya tidak lengket. 



Yuhuuuuu...adonan roti telah mengembang, gembul bul bul. Granny paling suka sesi ini karena eyang pasti bakal minta granny yang melakukannya ``Ayo Din, adonannya ditinju sampe semua udara keluar``...huwaaa ninju adonan roti itu menggemaskan euy :*

Sekarang waktunya membentuk adonan roti, jangan lupa lumuri tangan dengan terigu supaya adonannya nda lengket. Granny nyiapin dua loyang, loyang pertama untuk roti yang diisi keju pisang dan roti kedua untuk yang berisi keju abon. Untuk loyang pertama, granny dengan semangat 45 membentuk adonan roti yang berukuran besar sebanyak 15 biji dan diisi pisang keju. Semua sisi roti diolesi mentega supaya tidak lengkett satu sama lain. 


Kebingungan yang lain ketika proses pemanggangan, granny gak tau pasti, suhu yang tepat berapa derajat dan berapa lama durasinya. Thanks to mbah google yang punya referensi ini. Suhu memanggang roti dengan microwave adalah 180-200 derajat celcius selama 30 menit. Selama membentuk adonan, granny memanaskan microwave terlebih dahulu pada suhu 200 derajat. Kira-kira 10 menit berlalu, loyang pertama terisi penuh roti dan langsung granny masukkan ke microwave. Kemudian lanjut mengisi loyang kedua, roti keju abon.


Wuihhhh wanginyaaa...semerbak aroma roti memenuhi apato. Granny heran, kok cepet sekali ya wangi seperti ini? kan baru 7 menit yang lalu...granny intip rotinya, ya ampuuuun permukaanya sudah coklat atau hampir gosong. Segera suhunya granny turunkan hingga 150 derajat dan terus berdiri memandangi roti di depan microwave hingga 23 menit berlalu. Sesi pemanggangan berakhir ditandai dengan bunyi `tingggg!!` dari microwave. Dengan hati-hati loyang granny keluarkan dan segera menancapkan tusuk gigi kedalam sebiji roti untuk memastikan kadar kematangannya. Hiiiks hiikss ternyata hanya permukaan roti yang mateng, bagian bawahnya masih setengah mateng...harus dipanggang ulang. 

Loyang pertama

Belajar dari pengalaman di loyang pertama, granny sadar harus memperkecil ukuran roti di loyang kedua supaya lebih mudah mateng. Panas yang dihasilkan oleh loyang porcelain kurang maksimal untuk membuat roti yang berukuran besar  serta letaknya berdempetan, untuk matang sempurna. Selain itu, suhu 200 derajat hanya untuk memanaskan oven, ketika roti sudah dimasukkan suhu yang tepat adalah 180 derajat selama 30 menit tanpa sekalipun membuka microwavenya.

Loyang kedua
Akhirnyaa selesai juga...empat jam berkutat dengan adonan roti disertai flash back kenangan saat membuat roti bersama eyang. Puas...meski hasilnya jauh dari sempurna tapi berhasil mengobati rasa kangen akan masa-masa indah bersama eyang. Pun ku berharap, semoga September nanti  bisa pulang ke Indonesia dan membuat roti yang dipandu langsung oleh eyang. 

Get well soon eyang...We love U <3

















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cultural Festival ?? Let's learn from Fukuoka...

Kunjungan ke Pabrik Mentaiko

............... My first " Undokai".....................